Senin, 02 Februari 2015

Masih Ada Peri Kebaikan di Wajah Ibukota

Mendengar kata ibukota, yang terbayang adalah macet, polusi, gedung-gedung tinggi, sibuk,individu dan jarang sekali rasa sosial yang terlihat. Semua pada sibuk dengan gadget masing-masing dan waktu pun terasa cepat berjalan. Yah, memang begitulah kenyataannya. Saya pun tidak memungkiri bahwa saya sendiri bergerak mengikuti roda ibukota, jika tidak ingin tergilas. Walau terkadang suka rindu dengan kehidupan yang lebih manusiawi, lebih sosialis, waktu yang berjalan dengan santainya, dan saya bisa menikmatinya dengan senyuman, seperti wajah sebuah pedesaan yang ada dalam cerita-cerita fiksi.


Namun disinilah saya, di ibukota tercinta ini. Mencari nafkah dan harus mengikuti arusnya. Bergaul dengan kemacetan dan polusi. Kata orang nikmati saja, dan saya sering menikmatinya dengan omelan-omelan. Bagaimana tidak, sudah antri menunggu busway dan saat bus nya datang pada saling dorong-dorongan hingga ada anaknya yang terjatuh! Pada gila semua hendak berebut masuk dan mendapatkan tempat duduk. Bahkan ada ibu hamil yang berdiri dan yang lain pasang wajah cuek! Ampun deh!

Seiring berjalannya waktu, saya mulai membiasakan diri dengan kehidupan di ibukota. Omelan-omelan mulai berkurang berganti dengan gumaman 'ah biasalah itu'. Namun pada suatu waktu pemikiran saya mengenai ibukota pun berubah.

Ini terjadi beberapa minggu yang lalu dan kejadiannya tidak hanya sekali. Ketika pulang dari rumah sahabat, saya harus menyeberangi jalan untuk sampai ke rumah. Dan biasanya saya malas sekali kalau sudah menyeberangi jalan yang satu ini. Selain merupakan jalan raya yang berarti lalu lintasnya padat, di sini juga merupakan pertigaan jalan. Kalau sebelah kiri sudah dapat lampu merah, maka yang lalu lintas di samping saya yang hijau. Kalau yang samping sudah merah maka yang bagian kana yang hijau. Susah sekali menyeberang di sini kalau tidak mendapat bantuan dari polisi lalu lintas.

Nah, siang itu saya hendak melintasi jalan tersebut, tiba-tiba sebuah motor berhenti mempersilahkan saya lewat sambil merentangkan tangannya ala 'titanic' untuk memberi kode agar kendaraan di belakangnya berhenti dan memberi saya jalan. Ya ampun, untung saya kaget dan bengongnya gak pake lama dan buru-buru menyeberang. Ketika saya hendak membalikkan badan ingin mengucapkan terima kasih pada si empunya motor, eh motornya sudah melaju lumayan jauh di depan. Yang ada saya hanya bisa mengucapkan terima kasih dalam hati dan berdo'a semoga si empunya motor yang baik hati tersebut selamat sampai tujuan dan diberkahi Allah. Amin.

Kejadian pertama saya pikir itu suatu kebetulan, kebetulan nemu orang yang baik. Namun beberapa hari kemudian saya mengalaminya lagi, kali ini si empunya motor seorang wanita. Persis seperti yang pertama, wanita ini ikut membentangkan tangannya untuk memberi jalan saya. Sempat saya berpikir, apa wajah saya terlihat sangat merana dan butuh dikasihani yah :D Ataukah saya sudah terlihat seperti orang lansia? Hihi kalau ini mah gak mungkin ah! Orang saya masih muda dan segar begini..hihi.

Kejadian seperti itu terjadi beberapa kali, walau tidak melulu saya diperlakukan seperti itu. Terkadang ada yang malah cuek saja dan tidak memberi jalan, padahal saya sudah pasang wajah memelas :D

Kejadian seperti itu mungkin bagi sebagian orang hanya dianggap hal biasa. Namun bagi saya itu hal yang luar biasa. Hal yang membuat hati saya serr...seperti jatuh cinta pertama kali, ada yang damai di hati, sampai terenyuh, senang, bangga dan entah apalagi ungkapan luapan perasaan saya. Senang dan bangga karena ternyata di ibukota yang saya kira tidak ada peri kepedulian ini masih ada peri kebaikan yang tersimpan. Dalam do'a saya selalu berharap semoga wajah ibukota akan semakin ramah dan bersahabat di kemudian hari. Amiin :)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar