Tampilkan postingan dengan label Edukasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Edukasi. Tampilkan semua postingan

Senin, 24 Februari 2020

Senin, Februari 24, 2020

Sayang Anak, Haruskah Kabulkan Semua Keinginannya?

Orang tua mana sih yang tidak ingin anaknya senang. Melihat anaknya tertawa gembira, pasti akan membuat orang tua merasa bahagia. Segalanya akan diberikan oleh orang tua asalkan itu bisa membuat anaknya senang. Anak ingin makan makanan siap saji, hayo...yang penting anak makan dan senang. Anak ingin gadget buat main game, langsung dibelikan, yang penting anak senang ortu tenang. Dan masih banyak lagi contoh lainnya.

Jika ditanya kenapa, si ortu menjawab, "Saya kerja nyari uang kan buat anak, membahagiakan anak. Selagi ada uang kenapa nggak!"

Jumat, 10 Juli 2015

Jumat, Juli 10, 2015

Mengenalkan Anak Puasa Sejak Usia Dini

Puasa merupakan salah satu ibadah yang wajib ditunaikan oleh seluruh umat muslim, setiap bulan Ramadhan. Puasa dalam artian umum adalah menahan diri dari segala hal yang masuk ke dalam mulut, baik makanan dan minuman, maupun dari perbuatan dan bicara yang tidak benar. Sedangkan pengertian puasa menurut syariah Islam adalah menahan dari apapun yang membatalkan puasa (perbuatan dua anggota badan, yaitu perut dan kelamin), disertai dengan niat untuk berpuasa, mulai dari terbit fajar sampai tenggelamnya matahari.

Nah, bagi yang sudah memiliki anak, mungkin akan berpikir, sejak kapan sih anak mustinya dikenalkan dengan puasa? Masing-masing orangtua biasanya mempunyai target usia yang berbeda-beda dalam mengenalkan puasa pada anaknya.

Selasa, 23 Juni 2015

Selasa, Juni 23, 2015

UKK, Jawaban Ujian Harus Sama Persis dengan Kunci Jawaban!

Jika sudah masuk waktunya ujian, biasanya para orangtua, khususnya kaum ibu akan ikut ujian pula. Apalagi bagi orangtua yang anaknya masih duduk di bangku sekolah dasar, ibunya pun mau tak mau harus ikut belajar dengan anaknya.

Begitu juga dengan saya, ketika anak saya yang duduk di kelas 2 sebuah SDN di bilangan Jakarta Selatan akan belajar, saya pun ikut belajar lagi. Dan biasanya di akhir pelajaran, saya akan mengajukan berbagai pertanyaan pada anak saya. Dan kegiatan ini rutin saya lakukan setiap anak saya akan ujian.

Seusai ujian, bukannya anak-anak yang deg-degan dengan hasil ujian, namun lebih ke orangtuanya. Kalau saya sendiri mungkin lebih kepada apakah anak saya mampu mengingat pelajaran yang saya ajarkan padanya waktu itu atau tidak.

Maka tak ayal lagi, ketika kertas hasil ulangan dibagikan, saya pun akan mengkroscek semua jawaban anak saya. Jika ada yang menurut saya benar namun di salahkan oleh gurunya, maka saya pun akan menanyakan pada gurunya, kenapa?

Sehabis UKK (Ujian Kenaikan Kelas) kemarin, seperti biasa saya pun memeriksa hasil ujian anak saya. Sebenarnya nilai anak saya termasuk bagus, menurut saya. Namun bagi saya bukan masalah bagus atau tidaknya, namun lebih kepada kenapa jawaban yang benar di salahkan oleh gurunya. Saya seperti biasa, selalu berpikir positif, mungkin gurunya lelah. Sehingga agak teledor ketika memeriksa jawaban murid-muridnya.

Namun bagaimanapun saya tetap ingin menanyakan pada gurunya. Contoh soal essay yang saya tanyakan adalah sebagai berikut :

Sebutkan 3 contoh bangun datar yang kamu ketahui!

Dan anak saya menjawab :
Trapesium, Lingkaran dan Segitiga

Jawaban anak saya yang trapesium dan lingkaran disalahkan oleh gurunya, yang benar cuma segitiga.

Dan saya pun bingung, kenapa salah? Bukankah trapesium dan lingkaran termasuk dalam bangun datar. Tanpa harus memeriksa kebenarannya dalam buku cetak pelajarannya pun saya sudah yakin. Waktu saya masih SD, trapesium, jajaran genjang, lingkaran, segitiga, persegi panjang bujur sangkar, itu semua masuk dalam bangun datar.

Dan tahukah kamu, apa jawaban dari gurunya ketika saya menanyakannya? Karena jawabannya tidak sesuai dengan lembaran kunci jawaban yang sudah ada. Apaa??!

Ibu gurunya mengatakan bahwa untuk UKK, yang membuat soal ujian bukan hanya dari sekolah ini, namun bersama-sama dengan sekolah lainnya. Sekolah ini hanya ikut membuat soal ujian untuk mata pelajaran IPA, sedangkan untuk mata pelajaran lainnya yang mengerjakan adalah sekolah lain. Setiap soal ujian tersebut sudah ada kunci jawaban yang diberikan dari sekolah yang membuat soalnya.

Dan jawaban anak saya tidak sesuai dengan kunci jawaban yang diterimanya dari sekolah yang telah membuat soal Matematika tersebut! Karena jawaban yang tertera pada lembaran kunci adalah Jajaran Genjang, Persegi Panjang dan Segitiga!

Ampuun deh! Saya sempat bersitegang dengan gurunya. Namun sang guru kukuh dengan jawabannya, bahwa dia tidak bisa membetulkan jawaban anak saya, karena itu berarti dia melanggar prosedur dan ketentuan.

Namanya soal essay, ada banyak kemungkinan jawaban benar yang mungkin bisa diisi oleh murid-murid. Namun hanya karena tidak sesuai dengan lembar jawaban kunci, maka guru pun berhak menyalahkan jawaban benar tersebut. Saya tidak tahu lagi harus bicara apa. Berdebat dengan guru yang cara berpikirnya seperti ini, tidak ada gunanya bagi saya. Apalagi di bulan puasa, sepertinya menghabiskan energi saya saja.

Menurut saya untuk soal essay, mungin kunci jawaban mestinya memuat seluruh kemungkinan jawaban yang benar, yang mungkin akan di jawab oleh anak-anak, sehingga guru-guru yang berpikiran sama seperti guru anak saya, bisa memilih dan memilah jawaban yang diisi oleh anak didiknya.  Dalam hati saya masih bersyukur, untunglah tidak banyak jawaban anak saya yang disalahkan gara-gara kunci jawaban konyol ini. Namun bagaimana dengan nasib anak-anak lain, yang nilainya terjebak gara-gara kunci jawabn ini?

Kamis, 28 Februari 2013

Kamis, Februari 28, 2013

Maaf, Tolong, dan Terima kasih

Tiga kalimat sakti itu sering kita dengar dalam percakapan keseharian, dan juga terlontar dari mulut kita sendiri. Kata-kata yang telah diajarkan oleh orangtua kita semasa kita kecil, agar dapat sopan saat berbicara.

Kata maaf, terkadang sering terlontar dari mulut seseorang seperti sebuah kata yang biasa diucapkan tanpa ada perasaan bersalah. "Maaf, gue telat nih! gak pa-pa kan?" katanya sambil cengengesan. Dia tidak tahu betapa temannya sudah bosan, capek, dan banyak waktu yang terbuang untuk menunggunya.