Rabu, 28 Agustus 2013

Penyesalan (bagian 2)

"Maaf mba, sebenarnya saya gak mau ikut campur dalam urusan rumah tangga mba dan mas Rois. Saya bener-bener gak enak mba harus menceritakan hal ini pada mba. Namun setelah mendengar cerita dari mba, bagaimana mas Rois memperlakukan mba, saya jadi kasihan pada nasib mba. Saya gak nyangka ternyata mas Rois bisa sekejam dan setega itu pada mba, istrinya sendiri. Sepertinya saya gak percaya mas Rois bisa berlaku kasar begitu pada mba, karena kalo dikantor atau ketika saya lagi keluar bersama mas Rois, kelakuannya baik sekali, ramah dan enak diajak ngobrol." kata Niko.


"Memang dulu ia juga bersikap seperti itu pada saya mas, namun entah kenapa, akhir-akhir ini ia berubah. Saya tidak tahu kesalahan apa yang telah saya perbuat sehingga ia bisa menjadi seperti sangat membenci diri saya." jelas Sovia terbata-bata.


"Mba sudah coba bertanya pada mas Rois kenapa mas Rois sampai berubah begitu?" tanya Niko.


"Sudah mas, tapi mas Rois tidak mau menjawabnya, dia malahan pergi keluar." jelas Sovia.


"Tolonglah mas Niko, ceritakan pada saya kenapa mas Rois jadi seperti itu, biar saya tidak penasaran lagi dan jika memang saya salah saya bisa memperbaiki sikap saya padanya." sambung Sovia lagi dengan wajah memelas.


Sambil menghela nafas panjang, akhirnya Niko menceritakan bagaimana Rois pernah curhat padanya dulu.


"Saya lupa tepatnya kapan mas Rois menceritakan ini pada saya, tapi saya rasa lumayan lama juga mba. Waktu itu kami berdua lagi istirahat dan makan siang diluar. Tiba-tiba ditengah obrolan saat makan siang itu, mas Niko bergumam namun sedikit keras sehingga terdengar oleh telinga saya bahwa dia sudah sangat ingin mempunyai seorang anak. Lalu saya pun berkata pada mas Rois supaya bersabar, mungkin mas belum dikasih rejeki anak oleh Allah, yang penting berusaha. Mas Rois terlihat kaget waktu saya ngomong itu, mungkin dia nggak nyadar ternyata gumamannya terdengar oleh saya. Namun akhirnya mas Rois malah melanjutkan bicaranya dan malah curhat padanya. Bahwa dia yang sampai saat ini belum juga mempunyai anak. Bahkan dia sudah memeriksakan dirinya ke dokter untuk mengetahui apakah dia mandul atau tidak, dan ternyata dia tidak mandul. Jadi mas Niko berkata bahwa kemungkinan besar yang mandul adalah istrinya. Dan ia sangat sedih tidak bisa punya anak. Malu pada keluarga besarnya yang selalu menanyakan kapan ia akan mempunyai anak. Bahkan setiap ia berkunjung ke rumah ibunya, ibunya selalu mengatakan bahwa ia harus cepat-cepat punya anak agar ibu bisa punya cucu." jelas Niko dengan panjang lebar.


Sovia hanya terdiam, terhenyak mendengar penjelasan dari Niko. Walaupun ia sempat menduga-duga seperti itu, namun ketika mendengar hal itu keluar dari mulut suaminya seperti yang diceritakan oleh Niko, cukup membuatnya kaget dan syok juga.


Lama Niko memperhatikan raut muka Sovia. Ia takut kalau-kalau penjelasannya ini akan membuat Sovia syok berat. Sepintas memang ia melihat raut muka Sovia yang tegang, namun cuma sebentar raut muka itu kembali seperti biasa lagi, terlihat sedih.


"Maaf mba, kalau saya menceritakan hal yang telah membuat mba sedih. Waktu itu saya sudah mencoba memberitahu mas Rois agar bersabar,selalu berusaha dan berdoa agar bisa cepat punya anak. Entah mas Rois mendengar saya atau tidak, dia cuma mengangguk dan bilang terima kasih pada saya. Jadi saya anggap waktu itu mas Rois masih sabar dan tetap semangat." ujar Niko lagi.


"Gak apa-apa mas, mas gak salah kok! Saya malahan berterima kasih karena mas mau menceritakan perihal ini pada saya. Jadi paling nggak saya tahu kenapa mas Rois jadi berubah begitu. Walaupun saya sempat kaget juga mendengar penjelasan dari mas Niko." balas Sovia sambil tersenyum lemah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar