Kamis, 05 September 2013

Penyesalan (bagian 5)

"Tenang Bu, dari hasil keterangan lab, ibu dinyatakan tidak mandul. Namun...," tiba-tiba dokter berhenti bicara.


"Namun kenapa Dok?" tanya Sovia yang sebelumnya sudah menghela nafas lega tiba-tiba berubah tegang kembali.


"Ini Bu, mungkin ini yang menyebabkan Ibu belum bisa hamil sampai sekarang. Di rahim ibu terdapat kista. Tapi ibu tidak perlu cemas ya Bu. Kistanya masih kecil, kita masih bisa melakukan pengangkatan terhadap kista ini. Kalau Ibu setuju, kita akan melakukan operasi pengangkatan kistanya." jelas Dokter dengan tenang dan lembut.


Sovia yang kaget akan kabar baru ini langsung terdiam. Kista! Rupanya itu yang bersarang dirahimnya dan menyebabkan ia belum juga hamil sampai sekarang.


"Ehm Dok, apakah setelah kista saya diangkat saya bisa hamil Dok?" tanya Sovia.


"Mudah-mudahan bisa Bu Sovia." jawab Dokter sambil tersenyum.


"Kalau gitu, saya mau diskusikan dulu sama suami saya ya Dok."kata Sovia lagi.


"Oh tentu saja, silahkan Ibu. Nanti ibu bisa datang kesini lagi kalau semuanya sudah oke ya." balas Dokter.


"Baik Dok! Terima kasih ya Dok." Jawab Sovia sambil bangkit dari tempat duduk dan langsung mengulurkan tangannya untuk pamit.


"Iya,sama-sama Ibu." kata Dokter sembari bangkit dari duduknya dan menyambut uluran tangan dari Sovia.


Sesampai di rumah, Sovia tidak sabaran ingin menyampaikan kabar baru ini pada mas Rois. Ia tidak mau memperbincangkan masalah ini lewat telepon. Ia ingin bertatapan langsung dengan suaminya dan ingin tahu bagaimana sikap suaminya ketika ia mengatakan apa yang telah terjadi pada dirinya.


Haripun beranjak sore, ketika akhirnya Sovia mendengar suara pintu pagar yang menderit terbuka. Ia lantas bergegas ke pintu dan langsung membukanya. Benar juga, mas Rois sedang berdiri membelakang sambil menutup kembali pintu pagar. Ada raut kaget diwajah mas Rois ketika mendapati Sovia yang berdiri di pintu menatap ke arahnya seolah menyambutnya kedatangannya, bukan hal yang biasa dilakukan oleh Sovia. Namun hanya sekilas, raut muka Rois kembali berubah datar dan lanjut berjalan melintasi halaman. Sesampai di pintu ia kembali dikagetkan lagi dengan sikap Sovia yang tiba-tiba mengambil tas kerjanya sambil berkata,


"Sini mas saya bawakan tasnya," sambil melangkah masuk kedalam.


Rois hanya diam dalam keheranannya dan mengikuti langkah Sovia masuk.


"Duduk dulu mas..istirahat, saya buatkan teh ya."sambung Sovia lagi.


Seperti dicucuk idungnya, Rois mengikuti apa yang dikatakan oleh Sovia. Sambil terduduk di bangku, Rois sibuk berpikir, ada apa gerangan, kenapa Sovia bersikap manis begini, padahal sudah setahun ini mereka sering bertengkar dan sejak itu Sovia tidak pernah lagi bersikap seperti ini. Otaknya terus berpikir, kenapa Sovia bisa berubah, apakah...namun tiba-tiba Sovia muncul dari arah dapur.


"Ini mas teh nya, diminum mas selagi hangat." sambut Sovia sambil tersenyum.


Rois pun mengambil cangkir tehnya dan mulai menyeruputnya, namun hanya sedikit saja karena tehnya ternyata masih panas. Dia langsung meletakkan kembali cangkir tehnya dan menatap ke wajah Sovia dengan penuh tanya. Sovia yang mengerti arti tatapan heran itu, tanpa buang-buang waktu langsung membuka percakapan dengan suaminya itu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar