Selasa, 10 September 2013

Penyesalan (bagian 10, Tamat)

"Bapak, istri bapak menderita leukimia. Saat melahirkan, istri bapak mengeluarkan banyak darah, hingga pingsan. Dan kami sudah berusaha menolong secepatnya dan semaksimal mungkin, namun Tuhan berkehendak lain. Ibu Sovia tidak dapat kami selamatkan. Maafkan saya Pak! Saya sangat menyesal," kata dokter dengan prihatin.


"Tidak!!..tidak mungkiiin!! Dokter pasti salah! Dokter pasti bohong!!" Rois berteriak histeris dan alam disekelilingnya pun mulai terasa berputar. Ia tak percaya Sovia pergi meninggalkannya. Baru kemarin mereka tertawa bahagia ketika Sovia menceritakan siapa bakal nama anak mereka nantinya. Baru kemarin ia bercanda dengan Sovia. Tak mungkin hari ini ia meninggal. Tak mungkin!!


"Istighfar Pak, yang tabah Pak," dokter berusaha menenangkan Rois.


Mendengar teriakan histeris dari luar, ibu Rois yang sedang berada didalam langsung tergopoh-gopoh keluar.


"Ada apa Rois?" tanya ibu. Lalu dia melihat dokter yang sedang berdiri di depan Rois. Sontak ingatannya langsung ke Sovia.


"Bagaimana keadaan Sovia Rois? Bagaimana kondisi Sovia dokter?" tanya ibu Rois bingung bercampur cemas melihat wajah Rois yang sedih seperti duka yang mendalam.


"Maaf, ibu..orangtuanya Ibu Sovia?' balas dokter balik bertanya.


"Saya ibu mertuanya dok," jawab ibu Rois.


"Oh, begini Bu. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan ibu Sovia, namun ternyata Tuhan berkehendak lain. Nyawanya tidak bisa kami tolong. Maafkan saya bu," tutur dokter.


"Apaa..!! Tapi..ya Allah! Innalillahi wainnalillahi rojiuun," Ibu Rois langsung terduduk lemas. Walaupun dulu ia sempat tidak menyukai Sovia, namun akhir-akhir ini apalagi semenjak menantunya itu hamil, ia sudah mulai menyukai Sovia dan merasa begitu dekat dengannya karena ternyata Sovia tidak seburuk yang disangkanya. Dan di saat semua kebahagiaan baru di mulai bagi ia, Rois dan Sovia, kenapa Tuhan malah memanggilnya. Ya Allah! Ampuni dosa-dosaku dan juga dosa-dosanya. Semoga Sovia tenang bersamaMu disana Ya Rabb..," ucap Ibu Rois sambil memanjatkan doa dengan tulus. Di hapusnya air mata yang mengalir dipipinya. Ia harus tegar dihadapan Rois. Kemudian ia berdiri menghampiri Rois, anaknya.


Di peluknya Rois yang masih tergugu dalam rasa sedih dan duka. Dikuatkannya Rois supaya berusaha untuk sabar dan tabah menerima ujian yang diberikan Allah pada mereka. Bahwa Rois harus tegar demi anaknya, anak dia dan Sovia. Kata-kata ibunya cukup membuat Rois sedikit tenang. Ia mulai duduk dan mencoba menenangkan batinnya. Ia memang harus kuat demi anaknya dan Sovia! Sovia pasti sedih disana jika ia sampai menelantarkan anak mereka.


Setelah mengurus semua urusan rumah sakit, Rois mulai menyiapkan segala sesuatunya untuk pemakaman almarhum istrinya. Akhirnya jasad Sovia disemayamkan di tempat peristirahatan terakhirnya. Para pelayat mulai berbalik pulang, Rois masih terduduk di pusara istrinya. Menekur penuh kekhusyukan memanjatkan doa agar arwah istrinya diterima disisiNya, agar istrinya bisa tenang di alam sana.


Sesuai berdoa, Rois masih tetap terpekur menatap tanah merah dan bunga melati yang bertaburan diatasnya. Berbagai kenangan bersama Sovia berkelebat dibenaknya. Kebahagiaan yang mereka reguk bersama. Lalu ingatannya kembali kemasa-masa ia memperlakukan Sovia dengan tidak semestinya. Air matanya kembali mengurai. Betapa ia teramat sangat menyesali apa yang telah diperbuatnya kepada Sovia. Betapa perbuatannya ini tidak termaafkan. Dan disaat mereka hendak memulai lagi dengan membuka lembaran baru, Sovia malah pergi meninggalkannya.


Penyesalannya benar-benar tak berkesudahan, hingga ajal menjemput Sovia pun rasa itu masih bersemayam dalam dirinya. Sovia..sekali lagi maafkan aku!


Daun-daun kamboja yang tumbuh disamping pusara pun jatuh berguguran, tepat di atas pusara Sovia. Hingga kemudian sang angin menyapa dan membawanya bergulir ke samping dengan pelannya, seakan ikut merasakan apa yang tengah dirasakan Rois.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar