Minggu, 08 September 2013

Penyesalan (bagian 6)

"Begini mas, beberapa hari yang lalu saya kerumah sakit untuk memeriksakan diri," kata Sovia. Lama Sovia terdiam menunggu reaksi dari Rois, namun Rois hanya diam seperti acuh tak acuh. Sovia pun menarik nafas panjang dan meneruskan kalimatnya.


"Saya memeriksakan diri ke dokter untuk mengetahui apakah saya mandul atau tidak," kembali Sovia diam dan menunggu tanggapan dari suaminya tersebut. Sepintas ia melihat riak kaget dari pancaran mata Rois, namun itu hanya sekejap dan ia kembali tidak mendapat respon apapun dari Rois.


"Dan hari ini hasilnya sudah keluar, dan tahukah mas bahwa ternyata saya tidak mandul seperti yang selama ini mas tuduhkan terhadap diri saya!"tukas Sovia cepat sepertinya menahan emosi yang teramat sangat.


Kali ini Rois pun akhirnya menoleh, terperanjat akan kalimat terakhir yang diucapkan Sovia.


"Apaa..bagaimanaa..sayaa..," Roispun tak mampu berkata-kata saking kagetnya. Ia tak menyangka ternyata selama ini Sovia mengetahui apa yang membuatnya gundah dan tak senang terhadap dirinya. Belum lagi pernyataan Sovia bahwa kenyataannya dia tidak mandul! Semua berita ini membuatnya terhenyak dalam diam. Setelah beberapa saat menenangkan dirinya berbagai pertanyaanpun bermunculan dibenak Rois.


"Bagaimana kamu tahu kalau selama ini aku menuduhmu mm..mandul?" tanya Rois.


"Saya bersyukur karena Tuhan selalu memberikan petunjuk pada hambanya yang kesulitan. Sehingga akhirnya saya bisa bertemu dengan salah seorang teman yang bisa memberitahukan perihal ini mas. Dan saya juga gak sengaja mendengar percakapanmu dengan Ibu," jawab Sovia.


"Karena itulah saya memberanikan diri memeriksakan diri ke dokter untuk mengetahui kebenaran yang sesungguhnya,"sambung Sovia lagi.


"Jadi kamu benar tidak mandul?"tanya Rois kembali seakan tak percaya.


"Tentu saja mas, ini buktinya!" jawab Sovia sambil menyodorkan selembar kertas yang sedari tadi dipegangnya. Rois pun mengambil kertas yang disodorkan Sovia dan langsung melihat isinya. Setelah puas melihat isi kertas tersebut Rois langsung menatap Sovia dengan penuh keheranan.


"Tapi kenapa kamu sampai sekarang belum hamil-hamil juga?" tanya Rois.


Mendengar pertanyaan Rois, Sovia terdiam dengan raut muka sedih.


"Ada apa? Kenapa mukamu jadi sedih begitu?" tanya Rois bingung.


"Itu satu lagi yang mau ku beritahukan mas. Dari hasil pemeriksaan kemarin, dokter memberitahukan bahwa di rahimku ada kista yang bersarang dan itulah yang mungkin menyebabkan aku belum bisa hamil sampai sekarang. Lalu dokter menyarankan supaya cepat-cepat dilakukan operasi untuk pengangkatan kista ini agar tidak lebih meluas lagi. Dan kata dokter lagi jika kistanya sudah diangkat ada kemungkinan untuk saya bisa hamil," jelas Sovia panjang lebar.


"Oh...," hanya kata itu mampu yang keluar dari mulut Rois.


"Jadi saya mau minta ijin mas untuk melakukan operasi,"sambung Sovia.


"Oh tentu saja!" jawab Rois cepat.


"Jika itu memang cara satu-satunya untuk menyembuhkanmu dari kista itu," lanjut Rois lagi.


Tak lama kemudian dia menunduk terdiam. Lalu dengan tiba-tiba ia langsung memeluk istrinya, erat.


"Maafkan...tolong maafkan aku ya Sovi! Aku telah berbuat banyak salah padamu, menuduhmu dan memperlakukan dengan semena-mena,"ucap Rois dengan nada penuh penyesalan.


"Aku benar-benar berpikiran picik, tak bisa berpikir dengan benar, hanya memikirkan egoku saja, aku benar-benar kalut dan bingung. Aku telah salah padamu! Dan bahkan saat kamu tahu pun, kamu tidak balik menghujam dan menyalahkanku. Kamu pantas untuk menghukum aku! Aku akan menerimanya!" kata Rois lagi.


Matanya mulai terlihat riak kecil yang mengganggu pandangannya. Dengan cepat Rois menyekanya dan kembali menatap Sovia dengan penuh penyesalan. Ia benar-benar menyesal dan malu akan sikapnya selama ini pada istrinya. Dan jika Sovia menghukumnya dengan cara meminta cerai darinya, ia akan menerimanya, walaupun sebenarnya ia sangat tidak mengharapkan hal itu terjadi. Jauh didalam lubuk hatinya, ia masih menyayangi Sovia. Pikiran bodohnya lah yang telah membuatnya menjadi seperti ini. Belum lagi ibunya yang terus menerus mendesaknya untuk cepat-cepat memiliki momongan. Bahkan semua perkataan ibunya pun meresap masuk begitu saja ke ruang benaknya tanpa ia saring terlebih dahulu. Sekarang ia hanya bisa pasrah pada putusan Sovia.


"Mas, tahukah kamu mas, bahwa saya mencintaimu lebih dari yang kamu tahu. Dan saya memang menyesalkan apa yang telah kamu perbuat padaku, menyakitkan memang mas! Dan kamu memang pantas di hukum!" tukas Sovia.


"Iya, saya benar-benar minta maaf, saya memang pantas dihukum," sahut Rois lemah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar