Senin, 09 September 2013

Penyesalan (bagian 7)

"Sebagai hukumannya saya mau...," Sovia sengaja menggantung ucapannya.


Sementara Rois yang pasrah tertunduk dengan wajah yang lesu. Ia tahu Sovia pasti tidak ingin lagi menjalani hidup bersamanya. Terlalu dalam sakit yang telah ia tanamkan pada Sovia. Dan itu pasti takkan pernah dilupakan Sovia. Sementara Sovia sibuk memperhatikan Rois. Sibuk menerka-nerka apa yang sedang dipikirkan suaminya itu.


"Saya mau mas berubah jadi suami yang baik lagi seperti mas yang pernah aku kenal dulu, dan mas juga harus berjanji tidak mengulangi lagi apa yang telah mas lakukan pada saya," sambung Sovia lagi dengan senyum jenaka.


"Apaa..kamu tidak minta cerai? Eh...hukumannya cuma itu?" tukas Rois cepat terdengar seperti terperanjat.


"Hah, cerai? Nggak mas! Saya kan masih sayang sama kamu! Entah kalau mas sendiri, masih sayang atau tidak ya sama saya?" jawab Sovia sambil balik bertanya.


"Tentu! Tentu saja saya masih sayang sama kamu. Cuma saya.. saya.. eh tapi kenapa kamu tidak membalas semua perbuatanku padamu?" tanya Rois terbata-bata.


"Karena saya masih sayang sama kamu mas, dan saya sudah memaafkan semuanya mas," balas Sovia lembut. Sebuah senyum merekah dari bibirnya. Ia mendekati suaminya dan mengalungkan sebuah pelukan mesra.


"Ya Tuhaan..selama ini aku benar-benar telah buta! Aku mempunyai istri yang sangat cantik hati dan jiwanya tapi aku malah tidak melihatnya. Maafkan aku Sovi! Kamu benar-benar istri yang baik, aku beruntung memiliki istri sepertimu. Dan aku berjanji takkan mengulanginya. Aku akan mengganti hari-hari yang telah ku buang selama ini bersamamu. Aku berjanji!" tegas rois dengan seriusnya. Ia pun balas merangkul istrinya dan memandang ke balik mata yang indah itu.


"Mudah-mudahan aku bisa melindungi dan membahagiakanmu seumur hidupku sayang," tatapnya mesra.


"Amiin! Semoga ya mas," jawab Sovia pelan. Ia sudah lama menantikan saat-saat seperti ini. Sudah lama sekali rasanya mereka tidak pernah bermesraan seperti itu.


Keesokan harinya Rois menemani Sovia ke rumah sakit. Mereka berkonsultasi dengan dokter mengenai kista yang bersarang dalam rahim Sovia. Setelah banyak bertanya dengan dokter, akhirnya Sovia dengan seijin suaminya membuat jadwal operasi untuk pengangkatan kistanya.


Menjelang waktu operasi, Sovia menyiapkan diri dan mentalnya agar tetap tenang menjalani operasi. Tak lupa ia berdoa agar operasi ini bisa berjalan dengan lancar.


Untunglah disaat-saat seperti ini dia ditemani sang suami yang selalu memberikan semangat dan juga kesabaran dalam menghadapi Sovia yang tiba-tiba berubah jadi manja dan selalu minta diperhatikan.


Waktu operasi pun tiba. Wajah Sovia yang cemas terpancar dengan jelas. Rois yang sebenarnya juga khawatir, namun tak ingin menampakkannya dihadapan istrinya itu, berusaha menenangkan dan memberi semangat. Dalam hati ia selalu berdoa semoga Tuhan melindungi istrinya dan melancarkan operasi ini.


Baru satu jam operasi berlangsung namun bagi Rois serasa sudah berjam-jam. Ia mondar mandir dengan gelisah di koridor dekat pintu ruang operasi. Terkadang duduk tertunduk dengan mata terpejam dengan mulut komat kamit melafazkan doa-doa.


Setelah waktu serasa merangkak, tiba-tiba pintu ruang operasi terbuka. Terlihat seorang dokter keluar dari dalam bilik. Rois pun dengan sigap menemuinya.


"Bagaimana operasinya Dok?" tanya Rois cemas.


"Alhamdulillah, berkat Allah semuanya berjalan lancar Pak. Operasi berhasil kita lakukan," jawab sang dokter sambil tersenyum.


"Oh, syukur alhamdulillah," desah Rois lega. "Saya boleh masuk menemui istri saya dok?" tanya Rois lagi dengan pandangan penuh harap.


"Oh, sekarang jangan dulu ya Pak. Istri Bapak sedang dalam masa pemulihan. Nanti kalau suster sudah memindahkan istri bapak ke ruang inap, baru Bapak bisa menemuinya ya," jawab dokter.


Tak berapa lama kemudian ia sudah duduk dihadapan istrinya yang masih tertidur. Memandang ke wajah ayu istrinya dengan pandangan iba. Pasti istrinya menahan sakit yang teramat sangat. Istrinya memang wanita yang kuat dan tabah.


Ia jadi teringat lagi akan apa yang telah diperbuatnya pada Sovia. Betapa istrinya itu sangat sabar, tabah dan kuat menghadapi tingkah bodohnya. Dan bahkan ia tidak membalas perbuatannya itu. Ia benar-benar menyesal! Tak sadar air mata pun mengalir pelan dipipinya.


Di pandanginya lagi wajah istrinya itu. Dengan penuh sayang diusapnya rambut Sovia dengan lembut. Aku berjanji tak akan membuatmu sedih dan menderita lagi Sovi, katanya dalam hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar